PROBLEMATIKA CINTA DALAM RANAH ISLAM
Kali ini, kita akan membahas tentang cinta. Khususnya
untuk kita para remaja yang umumnya sedang dimabuk cinta atau memiliki rasa
cinta. But, it’s okay, merasakan seperti suatu ketertarikan pada lawan jenis
itu wajar-sangat wajar. Malah, kalau tidak punya rasa tertarik cenderung ‘tidak
normal’, bener kan?
Kali ini juga, saya tidak berniat untuk menyindir,
memprovokasi atau yang lain semacamnya. Kebenaran hanya milik Allah, dan saya
hanya manusia biasa dengan batas wawasan yang saya miliki.
CINTA(cinta pada
lawan jenis maksudnya). Nggak ada yang salah dengan cinta, kok. Ia
manusiawi. Justru orang yang nggak memiliki rasa cinta di dalam hatinya itulah
yang lazim teridentifikasi nggak normal. Seperti yang dikatakan di atas tadi.
Bukankah hidup ini memang jadi lebih indah bak pelangi berkat rasa cinta di
kedalaman hati?
Maka, jatuh cinta pada lawan jenis bukanlah kesalahan,
apalagi dosa.
Apa sih cinta itu? Ada sejuta definisi tentang cinta.
Tak ada habisnya ia didefinisikan. Kita bisa menarik sebuah “benang merah” yang
mempertemukan setiap pemaknaan cinta itu
sebagai “kasih sayang yang bertanggung
jawab dan menghargai sepenuh hati pasangan yang kita cintai.” Dalam ranah
islam, bisa ditambahkan: “…dengan
landasan ajaran Islam.” And we know, Islam tidak melarang umatnya untuk
jatuh cinta.
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan
pada apa-apa yang diingini, yakni wanita dan anak-anak…” (QS. Ali Imran [3]:14)
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan
supaya kamu mengingat kebesaran Allah. Maka, segeralah kembali kepada (menaati)
Allah. Sesungguhnya, aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah
untukmu.” (QS. Adz-Dzaariyaat [51]: 49-50)
Berdasarkan dalil-dalil tersebut, jelas tak ada yang
salah dengan cinta, bukan?
Tetapi masalahnya, jatuh cinta yang bagaimana dulu? Dengan
cara yang bagaimana?
Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, kadang kala cinta
bermakna al-luthf, kelembutan. Cinta
bisa pula satu makna dengan rahmah,kasih
sayang. Atau pula bermakna tadhhiyyah, pengorbanan. Kadang, cinta juga bermakna itsar, yakni mendahulukan orang lain, meskipun kita juga
membutuhkan.
Kebanyakan orang beranggapan bahwa mencintai seseorang
berarti membentuk orang yang kita cintai sesuai keinginan kita. Padahal, cinta
semacam itu hanya menempatkan orang
kepada sikap otoriter. Dan, begitulah cinta tanpa unsur respect, atau bertanggung jawab.
Tak ada yang salah dengan perasaan cinta yang
mendorong kita untuk empati, simpati, peduli, dan penyayang pada orang lain.
Itu malah sikap-sikap mulia yang harusnya dipupuk oleh kita dalam kehidupan
sehari-hari.
Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, cinta berbeda dengan
syahwat. Syahwat adalah pelampiasan cinta tanpa menghormati rambu-rambu agama.
Sedangkan, cinta selalu dilakukan hanya karena Allah sesuai dengan
ketentuan-ketentuan agama.
Cinta pasti baik. Syahwat pasti buruk. Begitulah
statement sederhana ini bisa sangat dimengerti maksud pembedaannya, iya kan?
Tetapi, memang kenyataannya kini tidaklah mudah untuk
membantah klaim bahwa jatuh cinta begitu tipis batasnya dengan jatuh syahwat.
Jatuh cinta yang hakikatnya adalah baik, mulia, naturally human, sunnatullah, sontak
menjadi tidak baik membawa dampak negative, akibat jatuh syahwat itu. So, bukan
jatuh cinta yang salah, tapi jatuh syahwatnya yang salah.
Orang yang berkata (dengan topangan banyak dalil) “Hindari jatuh cinta, sebab itu jalan menuju
kemaksiatan yang dihembuskan setan” atau ”
Jalan satu-satunya agar terselamatkan dari cintamu sendiri ialah menikah
segera”, tidak ada yang salah juga.
“… Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena
kamu ingin menyimpang dari kebenaran…” (QS. An-Nisaa’ [4]: 135)
Jatuh cinta pada hakikatnya adalah sunnatullah yang mulia, tetapi dalam
prosesnya, terbelah menjadi dua; tetap dalam rel sunnatullah yang suci atau tergelincir ke lembah kelam jatuh
syahwat ala setan.
Guys,
Mungkin pandangan orang terhadap jatuh cinta ini
berbeda-beda. Tapi, gak menutup kemungkinan juga kalau pandangan orang bisa
benar dan bisa saja memprovokasi. Contohnya dalam hal “pacaran”. Apa sih
pacaran itu? Emang pacaran itu wajib ya? Kenapa harus pacaran? Apa manfaat
pacaran? Bagaimana hukumnya dalam Islam? dan blablabla…. Banyak sekali pikiran
tentang pacaran yang membuat kita penasaran.
Ada yang sangat yakin bahwa pacaran itu dilarang/
haram dalam agama. Ada juga yang beranggapan pacaran itu sebagai “penyemangat”
dalam kehidupan sehari-hari. Dan sebagainya. Wa Allahu A’lam. Hanya Allah yang
tahu.
Dan tidak jarang juga, beberapa remaja seakan-akan
sangat terpuruk dan galau setiap hari karena tidak bisa ‘memiliki’ kekasih hati
walau tidak sepenuhnya sebelum mereka menikah. But, tenang aja guys. Enggak
selamanya jadi single itu ngenes, kok. Oh iya, by the way, istilah single ini
di kalangan para remaja biasa disebut ‘jomblo’. Biar gampang dimengerti, saya
pakai istilah ini aja ya, okay?
Enggak selamanya jadi seorang Jomblo itu ‘mengenaskan’.
Kenapa? Karena sebagai jomblo, kita bisa lebih banyak merasakan kebebasan dan
mengetahui seberapa jauh potensi yang bisa dikembangkan. Itu kalau menurut
saya, sebagai seorang jomblo.Dan juga, banyak fakta yang mengklaim bahwa
pacaran itu mengarah ke ‘maksiat’. Itu benar, jika memang dijalani dengan penuh
syahwat dan tidak bertanggung jawab.
Ada beberapa langkah yang bisa diambil supaya kita
menjadi high quality jomblo, yakni:
1.
Tegakkan
kepala, terima kenyataan
“Orang yang kuat bukanlah
orang yang menang bergulat, tapi orang yang mampu menahan dirinya ketika (akan)
marah” itulah kata-kata sakti Nabi Muhammad SAW.
Jangan marah dan terhina saat kita ditinggal berpasangan oleh teman-teman kita,
atau malah adik kelas kita. Itu adalah kenyataan. Kita mau nangis tujuh hari
tujuh malam, sampe terkuras air mata, tak akan mengubah takdir Allah. Jadi,
terimalah kenyataan.
”Tiada
suatu bencanapun yang menimpa di bumi (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudz) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS.
Al-Hadid [57]: 22)
2.
Jadikan
Masa Jomblo Sebagai Golden Moment
Kesepian
memang musuh yang menyakitkan, tapi jadikanlah peluang emas untuk meningkatkan
kualitas diri. Ada beberapa hal yang berharga saat jomblo, cekidot
o Punya
banyak kesempatan
Di masa jomblo, kita belum punya banyak
tanggungan alias belum ada orang yang ‘ngerecokin’ kegiatan kita. So,
optimalkan saat-saat menjomblo untuk banyak berkarya.
o Jomblo
adalah waktu luang
Karena belum banyak urusan-urusan yang
merepotkan dan memakan banyak waktu. Nah, manfaatin betul saat-saat menjomblo
itu dengan kegiatan yang positif.
o Perbanyak
ilmu
Saat menjomblo, punya banyak waktu luang
dan kesempatan. So, cari ilmu sebanyak-banyaknya dan setinggi-tingginya. Ilmu
agama jangan sampai ketinggalan, ya!
o Tetap
cool
Tidak sedikit jomblo yang pengen punya
pasangan gara-gara ngeliat sohibnya (teman) ‘bergandengan’, atau
dipanas-panasin temen. Kata Nabi Muhammad SAW, tergesa-gesa adalah perbuatan
syetan. Nah, kalau begitu, dari pada buru-buru pengen punya pasangan dengan
cara ‘pacaran’, mending nikahin aja. Emang sih, nikah termasuk perbuatan
‘buru-buru’ yang disunnahkan, but, itu artinya harus disegerakan bagi yang
sudah nikah. Buat yang belum mampu, hukumnya makruh bahkan jatuh haram.
Maka biarkan aja orang manas-manasin kita,
kita mah kudu cool. Tenang aja.
o Jaga
‘image’
Ini penting. Seorang jomblo yang
berkualitas tinggi adalah yang bertakwa sama Allah SWT. Dia (jaim) menjaga
sikap dan kesucian diri, enggak akan menghinakan diri dengan perbuatan yang
haram.
“Dan janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang
buruk.” (QS. Al-Isra’ [17]: 32)
Demikian sedikit yang bisa saya tulis.
Kesempurnaan dan kebenaran hanya milik Allah. Dan kesalahan datang sepenuhnya
dari saya.
Sumber:
-
Al-Qur’anul Karim
-
Buku “Putusin Nggak,Ya?”
oleh Edi Akhiles, penerbit Safirah
-
Buku “Be Jomblo, Be
Happy” oleh Iwan Januar, penerbit Al Azhar Fresh Zone Publishing
Komentar
Posting Komentar