PROBLEMATIKA CINTA DALAM RANAH ISLAM

By: Maryam Najmiyya Fahmi 


Remaja? Yes, itu lah masa dimana kita mengalami transisi pikiran, perkembangan tubuh, dan lain-lain dari anak-anak ke dewasa. Itu sudah hukum alam. Remaja, identik dengan ‘mencoba hal baru’, ‘merasakan cinta’, dan lain sebagainya.

Kali ini, kita akan membahas tentang cinta. Khususnya untuk kita para remaja yang umumnya sedang dimabuk cinta atau memiliki rasa cinta. But, it’s okay, merasakan seperti suatu ketertarikan pada lawan jenis itu wajar-sangat wajar. Malah, kalau tidak punya rasa tertarik cenderung ‘tidak normal’, bener kan?

Kali ini juga, saya tidak berniat untuk menyindir, memprovokasi atau yang lain semacamnya. Kebenaran hanya milik Allah, dan saya hanya manusia biasa dengan batas wawasan yang saya miliki.

CINTA(cinta pada lawan jenis maksudnya). Nggak ada yang salah dengan cinta, kok. Ia manusiawi. Justru orang yang nggak memiliki rasa cinta di dalam hatinya itulah yang lazim teridentifikasi nggak normal. Seperti yang dikatakan di atas tadi. Bukankah hidup ini memang jadi lebih indah bak pelangi berkat rasa cinta di kedalaman hati?

Maka, jatuh cinta pada lawan jenis bukanlah kesalahan, apalagi dosa.

Apa sih cinta itu? Ada sejuta definisi tentang cinta. Tak ada habisnya ia didefinisikan. Kita bisa menarik sebuah “benang merah” yang mempertemukan  setiap pemaknaan cinta itu sebagai “kasih sayang yang bertanggung jawab dan menghargai sepenuh hati pasangan yang kita cintai.” Dalam ranah islam, bisa ditambahkan: “…dengan landasan ajaran Islam.” And we know, Islam tidak melarang umatnya untuk jatuh cinta.

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang diingini, yakni wanita dan anak-anak…” (QS. Ali Imran [3]:14)

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. Maka, segeralah kembali kepada (menaati) Allah. Sesungguhnya, aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.” (QS. Adz-Dzaariyaat [51]: 49-50)

Berdasarkan dalil-dalil tersebut, jelas tak ada yang salah dengan cinta, bukan?
Tetapi masalahnya, jatuh cinta yang bagaimana dulu? Dengan cara yang bagaimana?

Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, kadang kala cinta bermakna al-luthf, kelembutan. Cinta bisa pula satu makna dengan rahmah,kasih sayang. Atau pula bermakna  tadhhiyyah, pengorbanan. Kadang,  cinta juga bermakna itsar, yakni mendahulukan orang lain, meskipun kita juga membutuhkan.
Kebanyakan orang beranggapan bahwa mencintai seseorang berarti membentuk orang yang kita cintai sesuai keinginan kita. Padahal, cinta semacam itu hanya  menempatkan orang kepada sikap otoriter. Dan, begitulah cinta tanpa unsur respect, atau bertanggung jawab.

Tak ada yang salah dengan perasaan cinta yang mendorong kita untuk empati, simpati, peduli, dan penyayang pada orang lain. Itu malah sikap-sikap mulia yang harusnya dipupuk oleh kita dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, cinta berbeda dengan syahwat. Syahwat adalah pelampiasan cinta tanpa menghormati rambu-rambu agama. Sedangkan, cinta selalu dilakukan hanya karena Allah sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama.

Cinta pasti baik. Syahwat pasti buruk. Begitulah statement sederhana ini bisa sangat dimengerti maksud pembedaannya, iya kan?
Tetapi, memang kenyataannya kini tidaklah mudah untuk membantah klaim bahwa jatuh cinta begitu tipis batasnya dengan jatuh syahwat.

Jatuh cinta yang hakikatnya adalah baik, mulia, naturally human, sunnatullah, sontak menjadi tidak baik membawa dampak negative, akibat jatuh syahwat itu. So, bukan jatuh cinta yang salah, tapi jatuh syahwatnya yang salah.

Orang yang berkata (dengan topangan banyak dalil) “Hindari jatuh cinta, sebab itu jalan menuju kemaksiatan yang dihembuskan setan”  atau ” Jalan satu-satunya agar terselamatkan dari cintamu sendiri ialah menikah segera”, tidak ada yang salah juga.

“… Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena kamu ingin menyimpang dari kebenaran…” (QS. An-Nisaa’ [4]: 135)

Jatuh cinta pada hakikatnya adalah sunnatullah yang mulia, tetapi dalam prosesnya, terbelah menjadi dua; tetap dalam rel sunnatullah yang suci atau tergelincir ke lembah kelam jatuh syahwat ala setan.

Guys,
Mungkin pandangan orang terhadap jatuh cinta ini berbeda-beda. Tapi, gak menutup kemungkinan juga kalau pandangan orang bisa benar dan bisa saja memprovokasi. Contohnya dalam hal “pacaran”. Apa sih pacaran itu? Emang pacaran itu wajib ya? Kenapa harus pacaran? Apa manfaat pacaran? Bagaimana hukumnya dalam Islam? dan blablabla…. Banyak sekali pikiran tentang pacaran yang membuat kita penasaran.

Ada yang sangat yakin bahwa pacaran itu dilarang/ haram dalam agama. Ada juga yang beranggapan pacaran itu sebagai “penyemangat” dalam kehidupan sehari-hari. Dan sebagainya. Wa Allahu A’lam. Hanya Allah yang tahu.

Dan tidak jarang juga, beberapa remaja seakan-akan sangat terpuruk dan galau setiap hari karena tidak bisa ‘memiliki’ kekasih hati walau tidak sepenuhnya sebelum mereka menikah. But, tenang aja guys. Enggak selamanya jadi single itu ngenes, kok. Oh iya, by the way, istilah single ini di kalangan para remaja biasa disebut ‘jomblo’. Biar gampang dimengerti, saya pakai istilah ini aja ya, okay?

Enggak selamanya jadi seorang Jomblo itu ‘mengenaskan’. Kenapa? Karena sebagai jomblo, kita bisa lebih banyak merasakan kebebasan dan mengetahui seberapa jauh potensi yang bisa dikembangkan. Itu kalau menurut saya, sebagai seorang jomblo.Dan juga, banyak fakta yang mengklaim bahwa pacaran itu mengarah ke ‘maksiat’. Itu benar, jika memang dijalani dengan penuh syahwat dan tidak bertanggung jawab.

Ada beberapa langkah yang bisa diambil supaya kita menjadi high quality jomblo, yakni:
1.      Tegakkan kepala, terima kenyataan
“Orang yang kuat bukanlah orang yang menang bergulat, tapi orang yang mampu menahan dirinya ketika (akan) marah” itulah kata-kata sakti Nabi Muhammad SAW. Jangan marah dan terhina saat kita ditinggal berpasangan oleh teman-teman kita, atau malah adik kelas kita. Itu adalah kenyataan. Kita mau nangis tujuh hari tujuh malam, sampe terkuras air mata, tak akan mengubah takdir Allah. Jadi, terimalah kenyataan.

”Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadid [57]: 22)

2.      Jadikan Masa Jomblo Sebagai Golden Moment
Kesepian memang musuh yang menyakitkan, tapi jadikanlah peluang emas untuk meningkatkan kualitas diri. Ada beberapa hal yang berharga saat jomblo, cekidot

o   Punya banyak kesempatan
Di masa jomblo, kita belum punya banyak tanggungan alias belum ada orang yang ‘ngerecokin’ kegiatan kita. So, optimalkan saat-saat menjomblo untuk banyak berkarya.

o   Jomblo adalah waktu luang
Karena belum banyak urusan-urusan yang merepotkan dan memakan banyak waktu. Nah, manfaatin betul saat-saat menjomblo itu dengan kegiatan yang positif.

o   Perbanyak ilmu
Saat menjomblo, punya banyak waktu luang dan kesempatan. So, cari ilmu sebanyak-banyaknya dan setinggi-tingginya. Ilmu agama jangan sampai ketinggalan, ya!

o   Tetap cool
Tidak sedikit jomblo yang pengen punya pasangan gara-gara ngeliat sohibnya (teman) ‘bergandengan’, atau dipanas-panasin temen. Kata Nabi Muhammad SAW, tergesa-gesa adalah perbuatan syetan. Nah, kalau begitu, dari pada buru-buru pengen punya pasangan dengan cara ‘pacaran’, mending nikahin aja. Emang sih, nikah termasuk perbuatan ‘buru-buru’ yang disunnahkan, but, itu artinya harus disegerakan bagi yang sudah nikah. Buat yang belum mampu, hukumnya makruh bahkan jatuh haram.

Maka biarkan aja orang manas-manasin kita, kita mah kudu cool. Tenang aja.
o   Jaga ‘image’
Ini penting. Seorang jomblo yang berkualitas tinggi adalah yang bertakwa sama Allah SWT. Dia (jaim) menjaga sikap dan kesucian diri, enggak akan menghinakan diri dengan perbuatan yang haram.

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’ [17]: 32)


Demikian sedikit yang bisa saya tulis. Kesempurnaan dan kebenaran hanya milik Allah. Dan kesalahan datang sepenuhnya dari saya.



Sumber:
-          Al-Qur’anul Karim
-          Buku “Putusin Nggak,Ya?” oleh Edi Akhiles, penerbit Safirah
-          Buku “Be Jomblo, Be Happy” oleh Iwan Januar, penerbit Al Azhar Fresh Zone Publishing

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peringati Hari Amal Bakti ke-78 Kemenag RI, MAN 1 Yogyakarta Adakan Bersih-Bersih Tempat Ibadah

Regenerasi Badan Pengurus Harian Romansa El-Hakim Periode 2023/2024

Ilmu Yang Bermanfaat